Selasa, 29 November 2011

COP Sinyalir Tengkorak Orangutan Masih Diperdagangkan

Orangutan Campaigner Centre for Orangutan Protection (COP), Daniek Hendarto, menghimbau penghentian perdagangan tengkorak orangutan. Saat ini, menurutnya, tengorak orangutan masih diperdagangkan di toko-toko suvenir di Kalimantan, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.


“Perdagangan tengkorak orangutan disinyalir masih terjadi di toko-toko suvenir di Pontianak, Kalimantan Barat, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dan Balikpapan, Kalimantan Timur, dilakukan secara sembunyi-sembunyi,” ungkapnya kepada Gatranews via telepon, Minggu (27/11).

Menurutnya, hal tersebut terjadi karena masalah orangutan tengah menjadi pembicaraan, sehingga para pelaku tidak tidak memajang secara terbuka seperti tengkorak monyet. Tapi pembeli bisa mendapatkan tengkorak orangutan bila menanyakan kepada pedagang. Harganya dibanrol sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta.

“Penjual tidak secara terang-terangan lagi, tapi kami masih mendapatkannya, salah satunya di Pontianak, Kalimantan Barat. Kami punya dokumentasinya,” terangnya.

Menurutnya, pedagang membeli tengkorak orangutan dari masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan kelapa sawit. Orangutan yang terjebak di hutan-hutan yang terfragmentasi atau hutan yang dialokasikan untuk konservasi, sangat mudah ditembak. Pemburu akan kembali pada bulan berikutnya untuk mengambil tengkoraknya.

“Tengkorak orangutan juga bisa didapatkan dari pekerja kelapa sawit yang membunuh orangutan dan menguburnya. Kuburan akan dibongkar jika ada pembelinya,” uangkapnya.

Dituturkannya, Agustus 2011, COP menemukan empat tengkorak orangutan di kawasan perkebunan kelapa sawit di Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah, dan 1 orangutan yang baru saja dikubur di kawasan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur.

Menurutnya, perdagangan bisa langsung berhenti jika para pedagang suvenir yang terbukti menjual tengkorak orangutan ditangkap. Dengan demikian, tidak ada lagi yang membeli dan memesan tengkorak orangutan dari masyarakat atau pekerja sawit.

Atas dasar itu, COP merekomendasikan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kementerian Kehutanan harus pro aktif melakukan operasi penegakan hukum terhadap penjual suvenir yang memperdagangkan produk-produk awetan dan tulang belulang satwa liar.

Selain itu, perusahaan perkebunan kelapa sawit, hendaknya membangun dan menjalankan sistem pengamanan memadai di kawasan konservasi yang menjadi areal konsesinya dan membantu aparat BKSDA untuk menangkap para pekerja yang terbukti membunuh orangutan. [IS]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar