Sabtu, 20 Agustus 2011

Info dan Golongan yang Berhak Menerima Zakat

Zakat (Arab: زكاة [zækæ], artinya “yang memurnikan” atau “sedekah”), adalah rukun ketiga dari Lima Rukun Islam. Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan sejumlah harta dalam nilai tertentu dimana perhitungannya berdasarkan ketentuan syariat Islam. Zakat kemudian biasanya disalurkan kepada fakir miskin dan yang membutuhkan. Sejarah Zakat 
Pada awalnya umat muslim hanya diperintahkan untuk bersedekah, yang mana sifatnya tidak wajib dan tidak memiliki ketentuan jumlah minimal yang harus dikeluarkan. Namun kemudian datang perintah agar umat Islam wajib membayar zakat. Yakni sejak datang wahyu Allah, surah Al-Baqarah ayat 277:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh lagi mendirikan shalat dan membayar zakat, untuk mereka itu pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa ketakutan atas mereka dan tiada rasa berduka cita bagi mereka.
MAKNA ZAKAT
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan oleh agama, dan disalurkan kepada orang–orang yang telah ditentukan pula, yaitu delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk  budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .”
Zakat dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna :
Pertama, zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau mensucikan. Makna ini menegaskan bahwa  orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun jiwanya. Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 103 :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan  dan mensucikan  mereka  dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu  ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Kedua, zakat bermakna Al-Barakatu, yang artinya berkah. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih, sebab harta kita telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat yang hakekatnya zakat itu sendiri berfungsi  untuk membersihkan dan mensucikan harta.
Ketiga, zakat bermakna An-Numuw, yang artinya tumbuh dan berkembang. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu terus tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya. Tentu kita tidak pernah mendengar orang yang selalu menunaikan zakat dengan ikhlas karena Allah, kemudian banyak mengalami masalah dalam harta dan usahanya, baik itu kebangkrutan, kehancuran, kerugian usaha, dan lain sebagainya. Tentu kita tidak pernah mendengar hal seperti itu, yang ada bahkan sebaliknya.
Selama beraktivitas di Lembaga Amil Zakat, sampai saat ini penulis belum menemukan orang –orang yang rutin menunaikan zakat kemudian berhenti dari menunaikan zakat disebabkan usahanya bangkrut atau ekonominya bermasalah, bahkan yang ada adalah orang–orang yang selalu menunaikan zakat, jumlah nominal zakat yang dikeluarkannya dari waktu ke waktu semakin bertambah besar, itulah bukti bahwa zakat sebenarnya tidak mengurangi harta kita, bahkan sebaliknya. Memang secara logika manusia, dengan membayar zakat maka harta kita akan berkurang, misalnya jika kita mempunyai penghasilan Rp. 2.000.000,- maka zakat yang kita keluarkan adalah 2,5 % dari Rp. 2.000.000,- yaitu Rp 50.000,-. Jika kita melihat menurut logika manusia, harta yang pada mulanya berjumlah Rp.2.000.000,- kemudian dikeluarkan Rp. 50.000,- maka harta kita menjadi Rp. 1.950.000,-  yang berarti jumlah harta kita berkurang. Tapi, menurut ilmu Allah yang Maha Pemberi rizki, zakat yang kita keluarkan tidak mengurangi harta kita, bahkan menambah harta kita dengan berlipat ganda.  Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 39 :
“Dan sesuatu riba  yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka  itulah orang-orang yang melipat gandakan .”
Dalam ayat ini Allah berfirman tentang zakat yang sebelumnya didahului dengan firman tentang riba. Dengan ayat ini Allah Maha Pemberi Rizki menegaskan bahwa riba tidak akan pernah melipat gandakan harta manusia, yang sebenarnya dapat melipat gandakannya adalah dengan menunaikan zakat.
Keempat, zakat bermakna As-Sholahu, yang artinya beres atau keberesan, yaitu bahwa orang orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu beres dan jauh dari masalah. Orang yang dalam hartanya selalu ditimpa musibah atau  masalah, misalnya kebangkrutan, kecurian, kerampokan, hilang, dan lain sebagainya boleh jadi karena mereka selalu melalaikan zakat yang merupakan kewajiban mereka dan hak fakir miskin beserta golongan lainnya yang telah Allah sebutkan dalam Al – Qur’an.
HIKMAH ZAKAT
Ada banyak hikmah yang terkandung dengan diwajibkannya zakat :
1.  Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki.
2.  Karena zakat merupakan merupakan hak bagi mustahik, maka berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka -terutama golongan fakir dan miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika melihat golongan kaya yang berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya bukan sekadar memenuhi kebutuhan konsumtif yang sifatnya sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka, dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.
3.  Sebagai pilar jama’i antara kelompok aghniya yang berkecukupan hidupnya, dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allah SWT, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya . Allah berfirman dalam surat Al – Baqarah ayat 273 :
“kepada orang-orang fakir yang terikat  di jalan Allah; mereka tidak dapat  di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan , maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.”
4.  Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki ummat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
5. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara bathil. Zakat mendorong pula ummat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahtera hidupnya.
6. Dari sisi pembangunan kesejahteraan ummat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan dapat membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Monzer Kahf menyatakan bahwa zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta yang egaliter, dan bahwa sebagai akibat dari zakat, harta akan selalu beredar.
         Zakat, menurut Mustaq Ahmad, adalah sumber utama kas negara sekaligus merupakan soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Al Qur’an. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan, dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi. Zakat juga merupakan institusi yang komprehensif untuk distribusi harta, karena hal ini menyangkut harta setiap muslim secara praktis, saat hartanya telah sampai atau melewati nishab. Akumulasi harta di tangan seseorang atau sekelompok orang kaya saja, secara tegas dilarang Allah SWT, sebagaimana firman-Nya :  “…agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…” (QS. Al Hasyr, 59:7).
KEDUDUKAN ZAKAT DALAM ISLAM
Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun Islam, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’lum min ad diin bi adl dlaurah, yaitu diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang. Sehingga tidak aneh kalau Allah SWT mensejajarkan kata shalat dan kewajiban berzakat dalam berbagai bentuk kata tidak kurang dari 27 ayat.
Al-Quran menyatakan bahwa kesediaan berzakat dipandang sebagai indikator utama ketundukan seseorang terhadap ajaran Islam, ciri utama mu’min yang akan mendapatkan kebahagiaan hidup dan ciri utama mu’min yang akan mendapatkan rahmat Allah SWT. Kesediaannya berzakat dipandang pula sebagai orang yang selalu berkeinginan untuk membersihkan diri dan jiwa dari berbagai sifat buruk, sekaligus berkeinginan untuk selalu membersihkan, mensucikan dan mengembangkan harta yang dimilikinya.  Sebagaimana firman Allah SWT :
“…Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.” (QS. At Taubah :5)
“Ambillah zakat dari sebagian kekayaan mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Qs: At-Taubah: 103)
“…Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan”. (QS. Ar Ruum, 30:39)
Sebaliknya, ajaran Islam memberikan peringatan dan ancaman keras terhadap orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Di akhirat kelak, harta benda yang disimpan dan ditumpuk tanpa dikeluarkan zakatnya, akan berubah menjadi azab bagi pemiliknya. Allah SWT telah berfirman dalam surat Attaubah ayat 35 :
“Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.


Hukum Zakat
Sebagai salah satu rukun Islam, hukum zakat adalah wajib bagi setiap muslim setelah semua persyaratan terpenuhi. Syarat wajib zakat adalah:
  1. Islam

  2. Merdeka

  3. Berakal dan Baligh

  4. Memiliki nishab (batas terendah jumlah harta yang harus dikeluarkan).

  5. Jenis Zakat

Zakat terdiri dari dua macam, yakni zakat fitrah dan zakat maal (harta).
Zakat Fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap individu (lelaki maupun perempuan) muslim. Besar jumlah yang harus dikeluarkan adalah 1 sha’ atau sekitar 3,5 liter (2,7 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
Zakat Maal adalah zakat yang dikenakan terhadap harta (maal) yang dimiliki oleh setiap individu muslim dan juga lembaga berdasarkan ketentuan yang telah ditentukan hukum (syara).
Penerima Zakat
Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat yakni:
1. Fakir
Mereka yang tidak memiliki apa-apa sehingga tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Miskin
Mereka yang memiliki sedikit harta, namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Untuk fakir miskin, besarnya zakat yang diberikan adalah sebesar mencukupi kebutuhan mereka (dan orang yang mereka tanggung) dalam setahun. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/8257, index “zakat”, point 164)
3. Amil
Petugas yang mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Bahkan bila amil tersebut orang kaya, maka dia berhak untuk mendapatkan bagian zakat sepanjang dia tidak mendapatkan gaji/upah. Bila ternyata dia sudah mendapatkan gaji maka dia tidak berhak mendapatkan zakat.
Contohnya adalah seperti situasi berikut. Seorang imam masjid turut bekerja mengumpulkan dan membagikan zakat. Bila dia telah digaji sebagai imam masjid maka dia tidak berhak menerima zakat. Karena mengumpulkan dan membagikan zakat sudah bagian dari pekerjaannya.
4. Mu’allaf
Mereka yang baru masuk Islam atau mereka yang memiliki kecenderungan akan masuk Islam. Tujuan diberikannya zakat kepada mereka adalah agar mereka merasa senang atau merasa diterima oleh masyarakat Islam.
5. Hamba sahaya
Hamba sahaya (budak) yang ingin memerdekakan dirinya.
Termasuk di sini adalah (1) pembebasan budak mukatab, yaitu yang berjanji pada tuannya ingin merdeka dengan melunasi pembayaran tertentu, (2) pembebasan budak muslim, (3) pembebasan tawanan muslim yang ada di tangan orang kafir (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/8260-8261, index “zakat”, point 169).
6. Gharimin
Mereka yang memiliki hutang untuk suatu kebutuhan yang halal. Mereka yang termasuk Gharimin adalah (1) Orang yang terlilit utang demi kemaslahatan dirinya (2) Orang yang terlilit utang karena untuk memperbaiki hubungan orang lain (3) Orang yang berutang karena sebab dhoman (menanggung sebagai jaminan utang orang lain.
7. Fisabilillah
Mereka yang yang berjuang di jalan Allah. Tidak hanya ditujukan bagi tentara muslim, tetapi juga ditujukan untuk mendanai perlengkapan perang seperti penyediaan senjata, pembangunan benteng dan lain-lain.
8. Ibnus Sabil 
Musafir yang kehabisan biaya perjalanan, sehingga tidak dapat melanjutkan perjalanan.
Contoh situasi misalnya seperti ini: Seorang musafir mengalami kerampokan atau kehilangan sehingga dirinya tidak memiliki cukup dana untuk pergi ke negerinya. Walaupun musafir tersebut termasuk golongan kaya raya di negerinya, dia berhak untuk mendapatkan zakat, walau nilainya sekedar untuk dapat menghubungi keluarganya.
Golongan Yang Tidak Berhak Menerima Zakat
1. Orang Kaya
“Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga.” (HR Bukhari).
Terutama bila zakat ditujukan untuk golongan fakir miskin, maka golongan orang kaya tidak berhak menerimanya.
2. Hamba Sahaya 
Hamba sahaya bila masih dalam tanggungan tuannya.
3. Keturunan Rasul 
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat).” (HR Muslim).
4. Orang yang kuat bekerja
Rasulullah saw, bersabda, “Tidak halal zakat diberikan kepada orang kaya dan orang yang memiliki organ lengkap.” (hadist riwayat lima imam hadits).
Maksudnya adalah bila orang tersebut mampu bekerja dan memilki penghasilan yang layak/cukup maka orang tersebut tidak berhak menerima zakat.
5. Orang yang berada dalam tanggungan wajib zakat (seperti anak dan istri).
6. Kafir.
Sumber: http://pangkalan-unik.blogspot.com/2011/08/golongan-yang-berhak-menerima-zakat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar